Tumbal
Dua tahun sudah aku
menjalani pekerjaan yang aku pikir minus risiko. Menerima pesanan jadi
kelingking bayi yang baru saja dikubur, tidak boleh lewat seminggu karena unsur
saktinya jadi hilang, itu yang dikatakan Mbah Bejo padaku. Laki-laki tua
berumur 70 tahun yang menjadi mentorku dalam urusan dunia klenik. Terus terang
aku bukan pelaku tapi aku hanya menerima pesanan untuk mengantar seseorang agar
sakti mandraguna. Dan selama ini aman-aman saja. Tak ada apapun yang mengganggu
kehidupanku. Tak ada bayang-bayang hantu bayi yang datang padaku menagih
jarinya yang aku ambil.
Tapi sejak aku
menikahi Dik Lestari, aku sempat berpikir untuk berhenti karena aku yakin ia
tak akan mau kau kerja semacam itu, yang dia tahu aku bekerja di bengkel dekat
rumah yang Alhamdulillah selalu ramai hingga kebutuhan kami tercukupi meski
dengan cara sederhana.
Hingga saat bahagia
itu tiba, istriku hamil dan semakin membulatkan tekadku, aku tak akan bekerja
sambilan mengerikan itu lagi, memotong jari manis bayi yang baru saja dikubur.
Bukannya Mbah Bejo tak menghubungiku, dia berkali-kali minta aku agar memenuhi
pesanannya yang tak wajar itu, tapi aku selalu berkilah aku tak ada waktu
karena sibuk di bengkel dan selalu lembur sampai malam karena kebutuhan rumah
tangga. Aku melihat wajah tak percaya serta kecewa Mbah Bejo tapi beliau tak
memaksaku, beliau pulang dengan ekspresi datar diikuti oleh dua orang
kepercayaannya yang selalu mengawal kemanapun beliau pergi.
Akhirnya saat
bahagia itu tiba, istriku melahirkan bayi laki-laki tampan dan semakin
membulatkan tekadku untuk berhenti bekerja di dunia tak jelas itu. Lebih-lebih
saat aku melihat jari-jari anakku, aku semakin merasa bersalah.
Sampai pada suatu
ketika, istriku mengeluh kamar yang kami tempati bertiga sudah tak muat lagi,
maklum hanya satu kamar. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari kamar kos yang
lebih luas dengan konsekuensi biayanyapun lebih mahal, yah apa mau dikata kami
tinggal di kota besar yang biaya hidup juga mahal tak terkira. Akhirnya
pindalah kami dan benar-benar terasa lebih lega dengan satu kamar besar yang
bisa untuk tempat tidur, dapur mini bahkan sekadar duduk-duduk jika ada tamu
juga bisa, aku memodifikasi dengan memberinya sekat.
Satu hal yang mulai
aku rasa bahwa gajiku sebagai tenaga montir di bengkel itu perlu tambahan untuk
biaya sewa yang jelas lebih mahal, susu anakku yang juga harus memakai susu
formula karena asi istriku yang ternyata tak memadai untuk bayi laki-laki yang
semakin lama semakin besar, juga biaya lainnya seperti diaper dan keperluan
bayi lainnya yang harganya cukup membuat aku tak bisa tidur dengan nyenyak.
Hingga sampai pada
keputusan singkat, cepat dan tanpa pikir panjang, aku akan kembali pada
pekerjaan awalku. Saat awal aku bicara jujur pada Dik Lestari dia kaget bukan
main bahkan wajahnya terlihat pucat, dia menggeleng dengan keras tidak
mengijinkan aku. Aku diam dan tak mencoba memaksa.
Seminggu setelah itu
Dik Lestari menerima telepon dari orang tuanya yang memintanya mengirimkan uang
karena ibunya yang sakit keras dan butuh biaya tak sedikit. Akhirnya apa mau
dikata, Dik Lestari mengijinkan aku untuk kembali pada pekerjaan lamaku karena
penghasilannya yang bisa menghasilkan uang dengan cepat dan jumlah yang besar.
.
.
.
Hujan turun sangat
deras malam ini, istriku memeluk anakku yang masih bayi, setelah minum
susu ia kekenyangan dan tertidur pulas. Aku melihat istriku yang menatapku
khawatir. Aku tenangkan dia dengan usapanku.
"Sayang rasanya
kalau dilewatkan malam ini Dik, bisnis seperti ini memang butuh
keberanian, tadi pagi kulihat ada bayi yang baru dikubur di bagian samping
komplek pekuburan, tinggal memotong kelingkingnya sudah selesai, aku
serahkan pada orang Mbah Bejo dan orang-orangnya lalu aku mendapat
bayaran jutaan hanya dalam semalam, tenanglah ini sudah dua tahun aku jalani
dulu dan aman-aman saja, aku sehat tak kurang suatu apapun sampai
sekarang," kuberikan senyum untuk menenangkan istriku yang melepasku
dengan wajah cemas.
Malam itu aku
berangkat dengan hati yang tak biasa, ada resah dan gelisah, tumben, biasanya
aku tak pernah seperti ini. Sesampainya di sebuah pekuburan bayi yang baru,
kubongkar makam kecil itu sesaat setelah sampai kompleks pekuburan, dengan
mudah kucari jarinya dan aku potong sekali gerak, selesai sudah. Namun tak
biasanya malam ini aku penasaran seperti apa wajah bayi itu, kubuka kain kafan
dan aku menjerit sekerasnya, di sana ada wajah anakku. Ah aku menghalau
halusinasiku.
Aku bergegas pulang
ke rumah dengan hati gamang setelah menyerahkan jari bayi itu ke Mbah Bejo.
Namun alangkah terkejutnya aku saat di depan kamar kosku terlihat orang-orang
berkerumun dan aku dengar teriakan histeris istriku. Aku sibak kerumunan itu
dan aku melihat mata istriku nanar menatap mataku.
Seremmm deh Bun
BalasHapus